Saya pernah menemukan sebuah kutipan
yang mengatakan bahwa hidup pada dasarnya adalah perjalanan dari satu
pertanyaan ke pertanyaan lainnya. Ibarat menerka rupa pada sekelebat tirai yang
sempat tersingkap; samar dan membingungkan. Dalam ketidakpastian itu, ada satu
nasihat yang sederhana: when in doubt,
write it out. Menulislah setiap kali kamu merasa ragu. Menulislah bahkan ketika
tidak ada pilihan lain selain tetap menjalani hidup dan bertanya-tanya.
![]() |
Foto: https://unsplash.com |
Bagi saya, menulis bukan hanya sarana untuk menyalurkan ide, tetapi juga sebagai media regulasi emosi. Setiap untaian kalimatnya adalah sebuah upaya memperbaiki; mengurai riuhnya isi kepala, kikuknya menjadi dewasa, dan resahnya mengakui kesalahan, misalnya. Dalam proses ini, menulis pun berperan sebagai media yang membantu stabilitas emosional seseorang. Namun, proses menulis tidak selalu selesai hanya dengan menuangkan kata-kata di atas kertas. Ada pertanyaan yang harus terjawab, ada jawaban yang harus tersampaikan.
Salah satu tahap penting bagi
seorang penulis untuk menjembatani gagasan agar sampai pada pembaca adalah
penyuntingan. Menyunting bukan hanya sekadar mengoreksi kesalahan teknis,
tetapi juga memoles ide dan tata bahasa agar dapat mengkomunikasikan pesan
secara efektif kepada pembaca. Hubungan antara menulis dan menyunting ibarat
melukiskan warna pada sketsa sederhana—merangkai kata dan mengasahnya menjadi
tajam dan bermakna.
Saya mulai lebih menyadari
pentingnya penyuntingan ketika diberi kesempatan mengikuti pelatihan menyunting
naskah kecil-kecilan yang diadakan oleh salah seorang kakak tingkat di
perkuliahan. Dalam pelatihan tersebut, dijelaskan bahwa tahap awal untuk
menekuni dunia penyuntingan adalah menemukan “big why” dalam diri
kita—sebuah motivasi yang mendorong kita untuk lebih peka terhadap detail dan
bertanggung jawab dalam menyampaikan gagasan. Melalui pengalaman tersebut, saya
mulai memahami pentingnya penyuntingan bukan hanya tentang mencari kesalahan,
tetapi juga memperbaiki dan mengembangkan karya.
Saya pun masih dalam proses mencari
"big why" yang dimaksud. Saya masih menerka hal-hal penting
apa saja yang harus diperhatikan dalam menyunting. Salah satu motivasi yang
muncul dari sedikit pengalaman dan keterampilan sebagai pemula adalah keinginan
saya untuk bisa berdiksi seindah Dee Lestari. Seperti bagaimana Dee menggambarkan paras Jati Wesi atau aroma
tubuh Tanaya Suma dengan detail dan memukau dalam Aroma Karsa, saya
ingin belajar memilih dan menyusun kata dengan tepat dan indah dalam konteks
tertentu. Saya yakin kemampuan ini dapat dilatih dengan banyak membaca dan menganalisis
lebih dalam karya-karya yang sudah ada.
Pada tahap penyuntingan, aspek yang
perlu diperhatikan tidak hanya terbatas pada kesalahan ejaan, penggunaan tanda
baca, atau pemilihan diksi, tetapi juga bagaimana gaya bahasa dan struktur
kalimat mendukung makna yang ingin disampaikan. Unsur sekecil apapun dalam
sebuah karya sangat berpotensi mengubah makna. Seorang penyunting harus mampu
menilai apakah hal tersebut sudah digunakan secara efektif dalam konteks karya
yang disunting. Namun, penting pula untuk memahami bahwa setiap karya memiliki
apa yang disebut sebagai "lisensi puitis." Konsep ini mengacu pada
kebebasan penulis dalam menggunakan bahasa secara kreatif, sehingga beberapa
"kesalahan" yang tampak dalam teks dapat diterima sebagai bagian dari
gaya penulisan yang unik. Oleh karena itu, penyunting harus memahami konteks
dan gaya bahasa penulis agar tidak melakukan koreksi yang justru merusak
karakter atau tujuan estetis karya tersebut. Meskipun demikian, saya pun menyadari
bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kesalahan, baik dalam penggunaan kata
hubung di awal kalimat, penempatan huruf miring dan tanda petik, atau kesalahan
ejaan lainnya. Kesalahan-kesalahan tersebut murni karena ketidaktahuan yang
belum saya sadari—bukan karena lisensi puitis yang saya miliki.
Pada akhirnya, menulis dan menyunting adalah dua proses yang saling melengkapi. Menulis memberikan ruang bagi penulis untuk mencurahkan ide dan emosi, sementara menyunting memastikan bahwa ide tersebut tersampaikan dengan jelas dan tepat kepada pembaca.
Comments
Post a Comment