![]() |
Foto: https://unsplash.com |
Aku memandang gerbong kereta di hadapanku. Lima detik terakhir sebelum akhirnya sistem secara otomatis menutup pintu. Jantungku berdegup lebih cepat. Napasku memburu, terasa sesak dan dangkal sampai paru-paruku tak sanggup lagi menampung cemas yang terus merambat dan memenuhi rongga dada.
Pintu sudah sempurna tertutup.
Jauh, jauh sekali ia tertinggal. Dalam sebuah pikiran yang kalut, bergulat dengan harapan dan ketakutan yang saling berebut tempat.
Akhirnya kereta itu melaju kencang, deru anginnya menghantam wajahku—begitu cepat, begitu dekat, sekejap mata meninggalkan peron lima dan ujung kakiku yang nyaris terbawa.
Comments
Post a Comment